oleh

Juniver Girsang: Tanpa KUHAP Baru, KUHP 2026 Terhambat

JAKARTA – Dukungan terhadap percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terus menguat.

Sejumlah organisasi advokat menilai, pengesahan RUU KUHAP merupakan kebutuhan mendesak untuk mendukung penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2026.

Praktisi hukum sekaligus mantan Ketua DPN Peradi Suara Advokat Indonesia (SAI), Juniver Girsang, menegaskan bahwa seluruh organisasi advokat memiliki pandangan yang sama mengenai urgensi pengesahan RUU KUHAP.

“Seluruh organisasi advokat di Indonesia, bersepakat dan menghimbau kepada Komisi III DPR serta pemerintah agar segera melanjutkan pembahasan RUU KUHAP ini karena sangat-sangat urgen,” ujar Juniver dilansir dari peradi.org.

Menurutnya, tanpa KUHAP baru, implementasi KUHP yang akan berlaku pada 2026 berpotensi tidak berjalan optimal. “Tahun 2026 KUHP akan berlaku, sementara hukum acaranya belum diputus. Jika ini dibiarkan, tujuan pembaruan KUHP justru akan terganggu,” katanya.

Selain soal harmonisasi dengan KUHP, Juniver juga menekankan pentingnya penguatan aspek perlindungan hak asasi manusia dalam RUU KUHAP. Ia menilai rancangan tersebut sudah mengakomodasi hak pendampingan hukum sejak tahap awal penegakan hukum.

“Dengan RUU KUHAP, saksi sudah bisa didampingi penasihat hukum sejak proses penyelidikan dan penyidikan. Kehadiran advokat sejak awal dapat mencegah potensi rekayasa kasus,” jelasnya.

Lebih jauh, Juniver menyebut salah satu terobosan penting dalam draf RUU KUHAP adalah hadirnya Pasal 140 ayat (2) yang memberikan perlindungan terhadap profesi advokat. Aturan ini dinilai sebagai jawaban atas persoalan kriminalisasi terhadap advokat saat menjalankan tugas.

“Dulu pasal ini tidak ada. Sekarang sudah diakomodasi pemerintah maupun DPR. Ini penting karena selama ini advokat kerap menjadi korban kriminalisasi ketika membela klien,” tuturnya.

RUU KUHAP juga membuka ruang bagi advokat untuk menyampaikan keberatan jika terjadi penyimpangan atau intimidasi dalam proses hukum. Keberatan tersebut wajib dituangkan dalam berita acara sebagai bentuk akuntabilitas.

Menanggapi kritik bahwa pembahasan RUU KUHAP terkesan terburu-buru, Juniver menegaskan bahwa prosesnya justru dilakukan secara partisipatif.

“Tidak ada undang-undang yang sempurna. Namun jangan karena ego sektoral, lalu pembahasan ini dihambat. Kami tidak mengganggu kewenangan aparat penegak hukum, kami hanya menuntut hak advokat dan masyarakat pencari keadilan,” tegasnya.

Ia juga membantah anggapan bahwa RUU KUHAP dapat melemahkan aparat penegak hukum. Menurutnya, justru masyarakat yang akan diuntungkan dengan adanya pendampingan hukum sejak awal.

“Masyarakat tidak lagi mudah ditekan atau direkayasa karena advokat hadir mendampingi sejak awal proses hukum,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Juniver menyerukan agar para advokat terus meningkatkan profesionalisme sejalan dengan penguatan peran dan perlindungan hukum dalam RUU KUHAP.

Dukungan terhadap RUU KUHAP juga mengemuka dalam Musyawarah Nasional Peradi SAI di Bali pada 25–27 Juli 2025 lalu.

Dalam forum itu, Juniver mengapresiasi sikap DPR yang menyerap sejumlah usulan penting organisasi advokat, antara lain hak advokat mengajukan keberatan yang wajib dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) serta jaminan imunitas advokat yang tidak dapat dituntut pidana maupun perdata selama beritikad baik.

Koalisi advokat menegaskan, tanpa KUHAP baru, implementasi KUHP Nasional pada 2026 akan kehilangan makna. “RUU KUHAP adalah pilar utama bagi sistem peradilan pidana modern yang berkeadilan dan berwawasan HAM,” pungkas Juniver.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed