Areanusantara.com, SAMARINDA – Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI, publik dikejutkan dengan maraknya ajakan mengibarkan bendera bajak laut dari anime One Piece, Jolly Roger. Fenomena ini menuai reaksi beragam, bahkan dianggap kontroversial oleh sejumlah kalangan elite politik nasional.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menilai aksi tersebut sebagai bentuk provokasi yang berpotensi memecah belah masyarakat. Ia menyoroti ketidaktahuan sebagian besar generasi tua terhadap makna di balik simbol tersebut, yang bisa memicu salah paham di tengah masyarakat.
“Ini bisa menimbulkan polarisasi karena generasi tertentu tidak memahami konteks budaya pop tersebut,” ujar Dasco dari Fraksi Gerindra.
Nada serupa dilontarkan anggota MPR RI, Firman Soebagyo, yang secara tegas menolak ajakan tersebut. Ia menilai pengibaran bendera anime sebagai bentuk penghinaan terhadap lambang negara dan upaya delegitimasi pemerintahan yang sah.
Namun, di balik kontroversi itu, pengamat politik Universitas Mulawarman, Saipul Bahtiar, menyampaikan pandangan berbeda. Menurutnya, kemunculan simbol-simbol dari budaya populer seperti bendera One Piece adalah ekspresi kreatif masyarakat dalam menyampaikan kritik terhadap situasi sosial-politik.
“Ini adalah wujud keresahan yang terakumulasi, terutama pasca-Pemilu, saat janji politik banyak yang tidak ditepati,” ungkap Saipul saat dihubungi Media Kaltim, Jumat (1/8/2025).
Saipul menilai, kekecewaan rakyat makin mendalam lantaran lembaga-lembaga yang seharusnya mengontrol jalannya pemerintahan justru kerap menyetujui kebijakan kontroversial. Ia menyebut beberapa isu seperti kenaikan pajak, pembatasan akses finansial, hingga pengesahan undang-undang yang tidak populer.
Dalam konteks tersebut, simbol Jolly Roger bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Karakter Luffy dan krunya dalam One Piece, lanjut Saipul, merepresentasikan perjuangan melawan sistem yang otoriter dan korup—tema yang dirasa relevan dengan kondisi di Indonesia.
“Ini bukan soal menggantikan Merah Putih. Justru karena cinta pada negeri ini, mereka bersuara lewat simbol yang mereka pahami. Pemerintah seharusnya menyikapinya secara bijak,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya respons yang konstruktif dari pemangku kebijakan, ketimbang memperkeruh suasana dengan tudingan berlebihan.
“Daripada mempersoalkan benderanya, lebih baik evaluasi substansi dari protes itu. Masyarakat butuh kepastian, keadilan, dan perbaikan kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan mereka,” tutup Saipul.
Komentar