Areanusantara.com, BALIKPAPAN – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Balikpapan (UNIBA) menggelar Simposium Hukum bertajuk “Urgensi dan Relevansi Asas Dominus Litis dalam Konteks Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, Rabu (26/2/2025).
Acara ini menghadirkan praktisi hukum sekaligus akademisi, Dr. H. Syaharie Jaang, S.H., M.H., M.Si, sebagai narasumber utama.
Simposium ini diikuti oleh berbagai perwakilan BEM se-Balikpapan serta organisasi mahasiswa internal UNIBA.
Dalam diskusi tersebut, para peserta menyoroti potensi dampak penerapan asas dominus litis dalam revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), terutama terkait kewenangan kejaksaan.
Presiden Mahasiswa UNIBA, Hijir Ismail, menegaskan bahwa asas dominus litis dapat memberikan kewenangan besar kepada satu institusi, yang berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam sistem peradilan.
“Jika asas dominus litis diterapkan, maka kejaksaan memiliki kendali penuh dalam proses penegakan hukum. Hal ini bisa memicu konflik dengan institusi lain dan bahkan berisiko disalahgunakan oleh oknum tertentu,” ujarnya.
Hijir juga menekankan bahwa supremasi hukum harus tetap dijaga dengan sistem yang berimbang.
“Kami menolak jika ada satu lembaga yang menjadi terlalu dominan dan berpotensi menjadi super power dalam sistem peradilan. Seharusnya ada mekanisme kontrol yang lebih kuat,” lanjutnya.
Sementara itu, Syaharie Jaang dalam pemaparannya menjelaskan bahwa revisi KUHAP harus dikaji secara mendalam sebelum diterapkan.
Menurutnya, kewenangan lembaga penegak hukum saat ini masih berjalan dengan baik tanpa perlu adanya perubahan yang bisa menimbulkan ketimpangan.
“Revisi KUHAP harus benar-benar didasarkan pada kebutuhan riil, bukan sekadar penyesuaian regulasi. Saat ini, sistem yang ada masih bisa berfungsi dengan baik tanpa perlu ada dominasi dari satu lembaga saja,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa permasalahan utama dalam sistem hukum bukanlah revisi KUHAP, melainkan lemahnya pengawasan terhadap aparat penegak hukum.
“Yang seharusnya menjadi fokus adalah pengawasan ketat terhadap aparat, baik kepolisian, kejaksaan, maupun hakim. Tanpa pengawasan yang kuat, revisi regulasi hanya akan menjadi instrumen baru bagi penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Simposium ini diharapkan menjadi wadah bagi mahasiswa hukum untuk terus mengawal kebijakan peradilan pidana agar tetap sejalan dengan prinsip keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.
Komentar